BOGOR, Kobra Post Online – Bogor sebagai sebuah Kota Pusaka memiliki sejarah panjang dengan sosok-sosok dan kegiatan intelektual menyangkut sain, riset, budaya, dan humaniora. Sejarah juga mencatat bahwa di Kota Bogor awal pendirian sarana-sarana dan pranata penelitian dan menjadi rujukan hingga saat ini. Di antara sosok intelektual yang menggeluti ilmu kepurbakalaan, atau yang lebih di kenal arkeologi, di Kota Bogor termasuk jarang. Namun lebih langka lagi jika yang berprofesi sebagai arkeolog itu adalah sosok seorang perempuan.
Saya kebetulan memiliki dua sumber literasi lama yang mendukung tulisan tentang arkeolog Satyawati Suleiman tersebut. Sumber pertama adalah buku berjudul “Untuk Bapak Guru“, kumpulan tulisan persembahan para murid untuk memperingati usia genap 80 tahun Prof. Dr. A. J. Bernet Kemper yang terbit tahun 1986. Dan sumber kedua dari Jurnal Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, AMERTA tahun 1985.
Perjalanan hidup dan karier pelopor ilmu kepurbakalaan Indonesia, Satyawati Suleiman, bermula saat ia tamat Hogere Burgerschool di Prins Hendrik School, yang terletak di jalan dekat Departemen Keuangan sekarang. Ia menamatkan di sekolah tersebut pada tahun 1940. Dengan harapan bahwa Fakultas Sastera akan di buka segera, ia dan teman karibnya masuk di Recht Hogeshool singkatannya RH, Fakultas Hukum sekarang.
Waktu itu hanya ada dua Perguruan Tinggi di Betawi, yaitu RH dan Geneeskundige Hogesgool, dan Technische Hogeschool di singkat TH atau ITB sekarang, di Bandung.
Satyawati Suleiman yang sering di panggil Ibu Leman atau Ibu Yati, tidak lama mengikuti kuliah di RH. Karena pada tanggal 4 Desember 1940 di buka Fakulteit der Letteren en Wijsbegeerte atau Fakultas Sastera dan Filsafat. Masa kuliahnya sempat tersendat saat masa pendudukan Jepang, dan baru lulus sebagai sarjana Ilmu Purbakala pada tahun 1953 bersama-sama dengan R. Soekmono.