BOGOR, Kobra Post Online – Kota Bogor layak disebut Kota Sain, karena di Bogor tak hanya ada lembaga-lembaga penelitian dan Kebun Raya namun juga ada bangunan museum dan perpustakaan.
Salah satu lembaga penelitian yang paling berwibawa dan memiliki nilai kesejarahan penting adalah Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI).
Gedung BPBPI bisa disebut Bangunan Cagar Budaya (BCB) tercantik di Indonesia. BPBPI menempati lahan seluas 4,3 hektar, menyatu dengan beberapa lembaga penelitian sejenis, antara lain Balai Penelitian Teknologi Karet dan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Berlokasi di kawasan yang pada masa kolonial dikenal sebagai Kawasan orang Belanda. Di sekitar gedung induk penelitian tersebut berdiri rumah-rumah yang dulunya menjadi tempat tinggal para peneliti dan pegawai sekolah atau lembaga penelitian.
Hingga saat ini sebagian bangunan di kawasan itu masih menunjukkan ciri bangunan lama dan difungsikan sebagai kantor-kantor swadaya masyarakat, terutama yang bergerak di bidang pelestarian, flora dan fauna, kajian kehutanan, perkebunan, pertanian dan lingkungan hidup. Dan tentu saja kawasan yang asri itu, banyak bangunan rumah tinggal yang berubah fungsi sebagai hotel, restoran dan kafe.

Gedung Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia tampak menonjol dibandingkan dengan bangunan-bangunan sekitarnya terutama oleh permukaan dinding yang berbahan batu alam yang dicat hitam dan bentuk limasannya tinggi dan bersudut curam. Dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Belanda Ir. Frans Johan Louwrens Ghijsels, kelahiran Tulungagung 8 September 1883. Ia lulusan Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Teknologi Delft, juga dikenal sebagai pendiri biro konsultan arsitektur IAI, yang terbesar di Hindia Belanda
Baca juga: Sejarah Panjang Pusat Perpustakaan dan Literasi Pertanian di Bogor
Ghijsels di dalam merancang bangunan Penelitian Sawit tersebut telah membuktikan kecermatan dan keahlian seorang arsitek yang mahir bagaimana seluruh dinding utama dibuat dari bahan batu yang rata pada seluruh permukaan bangunan. Diperkuat oleh komposisi bentuk dengan dimensi dan skala yang pas antara badan bangunan dan bentuk struktur atap limasan.
Tak hanya itu Ghijsels juga sangat piawai merancang dimensi pintu, jendela, markis dalam bentuk lempeng beton nan tipis, ketinggian struktur bangunan yang diperhitungkan secara cermat di dalam kondisi alam tropis yang tinggi curah hujan dan sengatan matahari.
Keistimewaan karya Arsitek Ghijsels seolah disempurnakan oleh penggunaan bahan kayu jati yang berkelas untuk daun pintu dan jendela. Penggunaan bahan lantai lama dalam motif bertekstur sederhana berwarna marun.
Di ruang perpustakaan konsep ruang memiliki empat sudut menyempit yang tentu saja berdampak pada sudut dinding yang berbahan batu tersebut.
Ghijsels juga merancang unsur desain interior dalam bentuk lemari-lemari buku yang dikenal dengan istilah built-in furniture Lemari-lemari yang ditanam dalam dinding, sehingga tidak merusak tampang interior gedung tersebut. Unsur interior lain hadir memperkuat citra bangunan yang dirancang amat serius dan tidak main-main itu adalah masih hadirnya penggunaan lampu gantung, jam dan furnitur yang masih terawat dan terpelihara dengan sangat baik.

Bangunan-bangunan semacam ini sangat patut dilestarikan karena tak hanya memiliki sejarah arsitektur barat modern, namun juga bermanfaat bagi perkembangan sejarah Kota Bogor. Ia merupakan semacam laboratorium bagi mahasiswa dan peminat arsitektur, desainer interior, pemerhati budaya, pekerja seni sampai masyarakat awam yang mungkin ingin mengetahui sejarah kebudayaan terkait kota Bogor sebagai Kota Sain dan Kota Pusaka.
Sejarah kehadiran Balai Penelitian Bioteknologi Indonesia mengalami pergantian nama sejak awal dibangun pada masa kolonial Belanda. Urutannya adalah sebagai berikut :
Tahun 1901
Pada tahun 1901 bernama Algemeen Profestation voor Thee en Profesration voor Rubber. Lembaga Penelitian Perkebunan saat ini dikenal dengan nama Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan dan Bioindustri Indonesia, pernah memiliki nama yang besar dalam memajukan dan mengembangkan perkebunan di Indonesia. Ukiran sejarah lembaga penelitian tersebut diawali sejak jaman Belanda dari tahun 1901 sampai 1916 di Pulau Jawa didirikan 6 lembaga penelitian perkebunan, 2 di antaranya di Kota Bogor yaitu Lembaga Penitian Teh dan Lembaga Penelitian Karet.
Tahun 1933
Pada tahun 1933 dilakukan penciutan dari 6 Lembaga Penelitian menjadi 3 Lebaga Penelitian, yaitu Profestation West Java, Profestation Oost Java dan Besoekisch Profestation, ketiganya semula dikelola oleh Algemeen Lanbouw Syndicate (ALS), namun pengelolaannya diserahkan kepada Centrale Vereeniging tot Beheer van Profestation voor de overjarige Cultuur in Indonesie yang dikenal dengan sebutan Centrale Profestation Vereeniging (CPV).
Tahun 1952
Pada tahun 1952 ketiga Lembaga Penelitian digabung menjadi satu, yaitu Centrale Profestation Vereeniging (CPV), yang berpusat di Bogor dan di Jember sebagai cabangnya.
Tahun 1957
Pada tahun 1957 Balai Penyelidikan Perkebunan Besar Indonesia (BPPB) merupakan pergantian nama baru setelah terjadi pengambil alihan Pusat Penelitian Perkebunan milik Belanda tersebut oleh Pemerintah Indonesia. BPPB berpusat di Bogor dan Jember sebagai cabangnya.

Bersamaan dengan itu lndonesisch Instituut voor Rubber Onderzoek atau disingkat INIRO, yang berkedudukan di Jalan Salak nomor 1, diubah nama menjadi Balai Penyelidikan dan Pemakaian Karet.
Tahun 1968
Pada tahun 1968 berganti nama menjadi Balai Penelitian Perkebunan Bogor setelah penggabungan kedua Balai Penelitian tersebut. Dan sejak tahun 1987 Balai Penelitian Perkebunan Bogor berada di bawah pengelolaan Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia (AP3I).
Tahun 1989
Pada tahun 1989 Balai Penelitian Perkebunan Bogor beralih nama menjadi Pusat Penelitian Perkebunan Bogor.
Tahun 1993
Pada tahun 1993, Pusat Penelitian Perkebunan Bogor berubah nama lagi menjadi Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor.
Tahun 1996
Hanya berselang tiga tahun Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor berganti nama menjadi Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor (UPBP).
Tahun 2003
Kembali terjadi perubahan nama dari nama Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia.
Tahun 2015
Selanjutnya Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia terjadi pergantian nama menjadi Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI).
Tujuh tahun kemudian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia pada tahun 2022, berganti nama menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Unit Bogor.Nama baru Pusat Penelitian Kelapa Sawit Unit Bogor menghiasi Gedung Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan yang berkiprah dan berjaya sejak masa Kolonial Belanda hingga saat ini. Gedung yang indah dan perkasa oleh tekstur batu alam itu memang patut menjadi sebuah Gedung Pusat Penelitian tercantik di Indonesia, yang sejak tahun 2007 ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya.