Scroll untuk baca artikel
Ruang Cinta Pusaka

Leuweung Samidha Cikal Bakal Kebun Raya Bogor

5560
×

Leuweung Samidha Cikal Bakal Kebun Raya Bogor

Sebarkan artikel ini
Pohon Samidha

Kobrapostonline.com – Kata atau istilah Samidha bisa kita  temukan di dalam Prasasti Batutuluis.  Tepatnya di baris ke tujuh dari sembilan baris inskripsi dari prasasti tersebut. Kita masih beruntung  dapat menyaksikan tinggalan dari masa Pajajaran masih di lokasi semula atau in situ. Prasasti Batutulis adalah salah satu situs yang menjadi tetenger Kota Bogor paling penting.

Di baris ke tujuh tersebut bisa kita simak : 7. la , gugunungan ngabalay , nyiyan samida , nyiyan sang hiyang talaga. Terjemahannya adalah : 7. (berupa) gunung gunungan, memperkeras jalan, membuat Samida, membuat  Sang  Hiyang Talaga.

Advertisement
Scroll ke bawah untuk lihat konten

Walaupun prasasti yang umumnya dibuat oleh raja atau seseorang bersangkutan, namun Prasasti Batututulis dibuat oleh Surawisesa menggantikan sang ayahanda sebagai raja dari 1521-1535. Prasasti dibuat tahun 1533 M tepat 12 tahun Sri Baduga Maharaja wafat.Ia adalah putera pertama Sri Baduga Maharaja yang memerintah pada 1482-1521.

Di dalam prasasti tersebut diabadikan lima karya besar yang dibuat oleh Sri Baduga Maharaja yaitu membuat parit untuk ketahanan keraton, membuat gugunungan, memperkeras jalan dengan batu atau ngabalay, membuat hutan Samidha dan membuat Telaga Rena Mahawijaya.

Dari kelima karya besar tersebut kita bisa membuktikan melalui keadaan alam Kota Bogor sekarang. Yang harus kita cari adalah keberadaan Hutan Samidha. Masih misterius dimana letak dan lokasi hutan tersebut.

Karya karya Sri Baduga Maharaja ada di antaranya yang masih bisa kita saksikan hingga saat ini. Salah satu di antaranya adalah parit pertahanan yang hampir mengelilingi setengah tepi lokasi keraton. Dari titik gerbang Pakuan yang terletak di jembatan rel keteta api  Bondongan sampai titik Stasiun Batutulis tegak lurus ke kanan sampai ke Kawasan Paspampres Lawang Gintung.

Adapun parit Pajajaran berupa cerukan lahan untuk parit perlindungan keraton yang digunakan oleh rel jalur Bogor-Sukabumi itu seolah-olah dilestarikan oleh Belanda. Lokasi dan keberadaan gugunungan yang pernah dibuat  Sang Raja Sunda Pajajaran berupa kawasan kabuyutan bukit kecil berbentuk setengah lengkungan sempurna yang hingga saat ini bentuk dasarnya bisa kita saksikan sebagai bukit Bad.

Baca juga : Tiga Presiden Wacanakan Pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia

Telaga Rena Mahawijaya yang lokasinya berdekatan dengan gugunungan atau bukit Badigul hingga saat ini, baik lokasi maupun ciri ciri alami dalam wujud sebuah telaga masih dapat kita saksikan pula.

Kawasan yang hingga kini berupa rawa rawa atau lahan yang lembab tersebab mengandung air masih terasa kehadirannya. Itulah sebabnya mengapa seorang tokoh pengusaha dan agama Buddha membangun vihara dekat lokasi tersebut.

Ternyata dari lima karya besar Sri Baduga Maharaja masih bisa dilacak keberadaannya. Tapak dan tinggalan berupa babalay atau ngabalay sudah sulit dilacak di sekitar kabuyutan Kawasan Batutulis, Lawangsaketeng dan Kawasan-kawasan lain yang sekitar tahun enam puluhan masih mudah diidentifikasi.

Namun ada hal yang menarik yang bisa kita saksikan di dalam Kawasan Kebun Raya Bogor. Lokasi yang banyak ditumbuhi pohon paku, di tepi sungai Ciliwung dengan kontur tanah yang berundak-undak. Keberadaan lahan semacam itu dapat dikategorikan sebagai ciri-ciri kawasan kabuyutan, terlebih di kawasan tersebut dijumpai adanya mata air yang tak pernah kering.

Setiap undakan dibangun oleh stuktur batu yang ditata dengan rapi. Jalan kecil yang menuju ke undakan juga dibentuk oleh bebatuan yang tertata dengan rapih pula. Tampaknya sebuah ungkapan dari wujud babalay yang dibuat oleh Raja Pajajaran yang terukir di dalam Prasasti Batutulis masih tersisa dan ditemukan di Kawasan kabuyutan Kebun Raya Bogor.

Pohon Samidha di Kebun Raya Bogor

Saleh Danasasmita yang menulis Sejarah Bogor tahun 1983, juga menduga bahwa lahan berundak dan jalan bebatuan di lokasi tersebut telah lama dikenal dan  dibuat sejak lama. Konsep ngabalay tak hanya dalam pembuatan jalan-jalan kecil semacam gang, namun juga  peruntukkan jalan lingkungan yang lebih lebar.

Di dalam Seminar Nasional Sastera dan Sejarah Pakuan Pajajaran yang diselenggarakan oleh Universitas Pakuan Bogor dan Yayasan Pembangunan Jawa Barat pada 11-13 Nopember 1991antara lain merumuskan bahwa :

Zaman keemasan Pajajaran terjadi di masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja. Skala prioritas pembangunannya adalah di bidang ekonomi dan pendidikan. Guna memakmurkan rakyat Pajajaran ia membangun jalan krikil dari Banten sampai Pamanukan melalui Pakuan dan Ciam.

Jika karya besar Sri Baduga Maharaja seperti pembuatan parit, gugunungan, telaga Rena Mahawijaya dan pembuatan ngabalay yang tapak lacaknya hingga saat ini masih dikenali identitasnya, maka tinggal kita menggali keberadaan Samidha atau pembuatan Hutan Samidha.

Baca juga : Perjalanan Panjang Perkebunan Teh Hingga Sukabumi Menjadi Kota Praja

Apakah berupa atau sejenis pohon, sebuah kawasan hutan atau hanya simbolis dari salah satu kearifan lokal di dalam upaya melestarikan kawasan hutan di Kerajaan Sunda?.

Aspek inilah yang perlu kita kaji dan perlu penelahaan yang lebih mendalam dan kritis. Jika Samidha adalah sebuah Kawasan Hutan, maka pertanyaan mendasar adalah di mana lokasi yang tepat di Kota Bogor sekarang. Sebab saat Prabu Surawisesa membuat prasasti yang isinya antara lain tentang  kebesaran karya Sang Ayahanda hanya menuliskan : membuat samidha.

Di dalam sebuah catatan perjalanan ekspedisi Abraham van Riebeeck pada 15 Mei 1704, yang kemudian dikutip oleh Saleh Danasasmita, bahwa :

“Nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida” (membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan yang “dibalaynya” dijadikan hutan samida). Dalam naskah Nagara Kertabumi disebut  “wanagiri”.

Jadi sebuah gunung yang lerengnya dibuat bertingkat lalu dibuat jalur-jalur yang dikeraskan dengan batu (“dibalay”) kemudian ditanami kayu samida, sehingga menjadi hutan buatan yang kayunya digunakan khusus untuk upacara, terutama  untuk pembakaran mayat. Kayu samida adalah kayu yang seperti pinus mengandung terpentin sehingga mudah dibakar.

Penulis : Rachmat Iskandar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *