Penulis : Rachmat Iskandar (Penggiat Benda Cagar Budaya)
Salah satu situs tinggalan masa Prasejarah di Kota Bogor adalah Situs Batu Congkrang. Terletak di pertemuan Jalan Batutulis-Gang Balekambang. Nama congkrang konon telah lama dikenal masyarakat karena bentuk batunya yang melengkung.
Saleh Danasasmita almarhum yang dikenal sebagai sejarawan yang ahli tentang Bogor itu di dalam bukunya, Sejarah Bogor yang legendaris itu, menerangkan bahwa : “Batu Congkrang” merupakan saksi kepurbakalaan, yang sejak ratusan tahun sebelum Masehi di kawasan tersebut sudah ada pemukiman manusia. Batu tersebut juga telah tertancap pada tempatnya hingga saat ini setidak-tidaknya 2000 tahun yang silam.
Keberadaan dan nilai penting yang terkandung di dalam Situs Batu Congkrang terkait dengan kelahiran dan perkembangan Sejarah Bogor tidak bisa berdiri sendiri. Namun tidak terpisahkan dengan banyak dan beragamnya dengan situs-situs lain di kawasan sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Kang Saleh tentang lokasi Kerajaan Pakuan Pajajaran. Begitu pula dengan penelitian dan penulisan mengenai lokasi Pakuan oleh C. M. Pleyte yang lebih meluas sampai mencakup seluruh kawasan Kelurahan Batutulis saat ini.

Batu Congkrang merupakan salah satu tinggalan atau artefak budaya pada masa Prasejarah. Batu sejenis itu di dalam lingkup arkeologi dikenal sebagai batu tegak atau menhir. Menhir tidak hanya dijumpai di Bogor, juga beberapa wilayah di Indonesia. Dapatlah dikatakan lebih khusus bahwa Kebudayaan Sunda sebagai satu identitas masyarakat yang tinggal di bagian barat Pulau Jawa telah mengenal sistim religi dalam mekanisme kebudayaanya.
Peninggalan arkeologi dari masa Prasejarah tersebut antara lain menhir, yang lainnya adalah punden berundak, batu dakon, dolmen, sarcofag atau batu kubur, dan juga arca-arca polynesia di beberapa wilayah Jawa Barat, membuktikan bahwa masyarakat Sunda kuno telah mengenal dan melakukan upacara-upacara ritual dalam keberagamannya.
Perlu dikemukakan bahwa di negeri kita sampai kini masih terdapat kebudayaan megalithikum yang masih hidup, yang masih menjadi kebudayaan sekarang, seperti di Pulau Nias, Sumba dan Flores. Hal ini tentu saja sangat banyak memberi petunjuk kepada kita untuk menyelami megalithikum prasejarah, tidak hanya mengenai hasil-hasil kebudayaanya melainkan juga alam fikiran yang tersimpan di belakangnya dan menjadi pendorongnya.
Tinggalan-tinggalan masa megalithikum dalam bentuk batu tegak atau menhir rupanya seperti tiang atau tugu, yang didirikan sebagai tanda peringatan dan melambangkan arwah nenek moyang, sehingga menjadi benda yang memiliki nilai sejarah. Sikap dan perlakuan kita terhadap benda atau wujud batu semacam itu bukan berarti kita memperlakukan sebagai benda yang keramat atau dijeramatkan. Namun kita titik beratkan kepada benda-benda yang dibuat oleh leluhur kita sebagai simbol penghormatan kepada kebesaran Sang Maha Pencipta. Demikiankah, dengan latar belakang kepercayaan akan kehidupan di akhirat dan alam fikiran yang berdasarkan pemujaan nenek moyang, terjelmakanlah berbagai macam bangunan yang kita sebut sebagai hasil-hasil kebudayaan Megalithikum.

Adapun tentang Situs Batu Congkrang di Kota Bogor, selain memiliki nama yang unik yaitu “congkrang”, tentu di balik itu ada nilai-nilai budaya atau kesejarahan terkait dengan perkembangan Bogor. Untuk menguak lebih jelas fungsi dan kedudukan situs tersebut perlu kita kaji dari aspek toponimi, topografi, arkeologi dan morfologinya sebagai bagian dari sebuah kawasan Pakuan Pajajaran.
Seperti telah disinggung oleh Saleh Danasasmita, keberadaan Batu Congkrang adalah saksi kepurbakalaan bahwa di kawasan itu telah ada permukiman. Pemilihan suatu lokasi menjadi permukiman didasarkan pada faktor-faktor yang menguntungkan, misalnya bentuk lahan dan lingkungan. Faktor-faktor yang menguntungkan tersebut adalah topografi yang rata, keadaan lahan yang subur, mudah memperoleh air permukaan atau air tanah, mudah berkomunikasi dengan luar, serta terhindar dari serangan musuh. Selain itu, faktor lain yang menentukan pemilihan lokasi permukiman juga didasarkan pada faktor ekonomi dan faktor politis.
Sayang sekali sejumlah besar menhir-menhir yang banyak bertebaran di lokasi berdirinya pusat kawasan Pakuan Pajajaran telah sirna digerus oleh pembangunan dan perkembangan Kota Bogor. Menhir-menhir tersebut habis dipukul martil menjadi batu-batu yang digunakan untuk bahan pembuatan jalan dan bangunan. Nasib hilangnya batu-batu bernilai sejarah dan arkeologis tersebut menimpa Situs Arca Domas di Desa Cikopo Selatan, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Situs yang antara lain di dalamnya tersimpan arca-arca tipe Pajajaran itu, juga habis dimartil, pecahan batu-batu bernilai sejarah itu ikut terbenam di dalam fisik jalan lingkungan.
Situs Purwakalih bernasib agak baik, hanya bergeser hampir dua meteran dari lokasi semula. Pergeseran situs tersebut sebagai dampak dari pelebaran Jalan Lawang Gintung pada tahun 1991, saat Walikotamadya dijabat oleh Suratman (1989-1994.
Berdasarkan pengamatan pada beberapa situs-situs masa prasejarah, khususnya yang termasuk ke dalam tradisi megalithikum, misalnya Situs Purwakalih, Batu Dakon dan Punden Berundak.
Memberi kesan kurangya perhatian dan tidak terpelihara dengan baik terhadap situs-situs tersebut. Selain itu tampaknya tidak ada upaya yang serius agar situs-situs tinggalan prasejarah itu lebih menarik dan menjadi daya tarik masyarakat sekitar khususnya dan warga Kota Bogor pada umumnya. Mungkin akan lebih baik dan lebih menarik jika keberadaan situs lebih terbuka dan lahan di sekitarnya ditata dengan sebaik-baiknya.
Di samping itu mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan untuk daya tarik jika situs-situs tinggalan masa prasejarah, apabila dilengkapi dengan wacana atau keterangan tentang sejarah situs-situs bersangkutan. Situs-situs dalam bentuk arca, batu-batu tegak dan punden berundak-undak akan memberi kesan adanya sikap dan perlakuan yang sifatnya mistis, tidak rasional dan dipandang sebagai bentuk pemujaan kepada wujud batu bersangkutan.
Upaya tersebut setidak-tidaknya akan memberi keterangan penting mengenai sejarah perkembangan kota dan leluhur penghuni kota itu sendiri. Dalam hal ini sejarah dan leluhur yang pernah menghuni Kota Bogor.