BOGOR, Kobra Post Online – Puluhan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kota Bogor, menggelar aksi demonstrasi di gedung DPRD Kota Bogor, Senin (19/9).
Para buruh ini menolak adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan oleh pemerintah pusat pada awal September ini.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) SPN Kota Bogor, Budi Mudrika menyampaikan, terdapat tiga tuntutan yang dilayangkan oleh buruh, pertama adalah menolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Kedua menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja dan terakhir menuntut kenaikan upah minimum kota sebesar 10 sampai 13 persen.
“Kenaikan BBM ini kami nilai membebani masyarakat dan kami menolak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Ini kebijakan yang menambah susah buruh setelah UU Ciptaker. Untuk itu, kami juga menolak UU Ciptaker,” kata Budi.
Lebih lanjut, Budi mengungkapkan kenaikan BBM bisa menyebabkan meningkatnya harga komoditi lainnya, seperti telur, minyak, cabai dan lain-lain. Meski ada bantuan dari pemerintah, ia menilai bantuan itu tidak tepat sasaran, karena tidak semua buruh bisa merasakannya.
“Sekarang kalau semua harga naik, upah kami tidak ikut naik, ini kan sama saja menyengsarakan masyarakat,” tegasnya.
Tuntutan massa aksi ini pun diterima langsung oleh Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto, didampingi oleh Wakil Ketua I Jenal Mutaqin, Wakil Ketua III Rusli Prihatevy, Ketua Komisi I Safrudin Bima. Ketua Komisi IV Karnain Asyhar beserta Wakil Ketua Komisi I Anita Primasari Mongan, Wakil Ketua Komisi IV Said Muhamad Mohan dan anggota Komisi I Mahpudi Ismail, Ence Setiawan serta anggota Komisi IV Rizal Utami, di ruang serbaguna DPRD.
Baca juga: RUU Omnibus Law Untuk Siapa?
Kepada para buruh, Atang menegaskan bahwa DPRD Kota Bogor menerima aspirasi ini dan secara resmi melayangkan surat kepada DPR RI serta Pemerintah Pusat. Tak hanya itu, ia juga mendukung pernyataan buruh menilai kenaikan BBM ini akan menyebabkan inflasi yang menyulitkan masyarakat.
“DPRD menerima aspirasi yang telah disampaikan oleh SPN, kemudian akan kami sampaikan secara resmi dan tertulis kepada DPR RI serta Pemerintah Pusat. Kami juga mendukung pernyataan para buruh bahwa kenaikan BBM akan menyebabkan inflasi dan semakin mempersulit kehidupan masyarakat. Untuk beberapa usulan lain yang dapat diselesaikan di tingkat daerah. Insya Allah, DPRD akan menindaklanjutinya melalui fungsi legislasi dan penganggaran,” ujar Atang.
Sedangkan terkait dengan tuntutan penolakan Undang-Undang Cipta Kerja, Wakil Ketua I, Jenal menerangkan, DPRD Kota Bogor telah melayangkan surat ke DPR-RI dua tahun lalu yang berisikan tuntutan dari teman-teman buruh dan mahasiswa.
Sehingga untuk saat ini, ia mengaku sikap DPRD Kota Bogor akan tetap sama yaitu menampung aspirasi dari SPN Kota Bogor untuk kemudian ditindaklanjuti dengan malayangkan surat kembali ke pemerintah pusat dan DPR-RI.
Sebab, dijelaskan oleh pria yang akrab disapa JM ini, saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan surat keputusan dengan nomor 91 PUU 2021 menetapkan bahwa Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah inskontitusional bersyarat.
“Artinya, upaya kita dua tahun kebelakang sudah dijawab oleh MK dan berpihak kepada masyarakat. Sekarang tinggal kita kawal lagi perjuangan kita agar UU Ciptaker ini bisa direvisi sesuai dengan keinginan masyarakat,” jelasnya.
Terakhir, Wakil Ketua III Rusli Prihatevy menekankan, DPRD Kota Bogor akan turut memperjuangkan keinginan buruh terkait kenaikan upah dan dua tuntutan lainnya. “Kami akan mendukung dan menindaklanjuti keinginan buruh serta meneruskannya ke pemerintah pusat, DPR-RI dan Provinsi Jabar yang terkait upah,” pungkasnya.